Semangat para tunanetra di Malang tadarus Alquran di bulan Ramadan

Semangat para tunanetra di Malang tadarus Alquran di bulan Ramadan

Semangat para tunanetra di Malang tadarus Alquran di bulan Ramadan
Penyandang tunanetra tadarus dengan Alquran braille. ©2016 Lintastoday
Bagi Arik Fajar (16) dan kawan-kawan tunanetra lainnya tangan menjadi 'mata' setelah indra penglihatannya tidak lagi berfungsi. Kemanapun bergerak, tangannya selalu memegang tongkat akan memberikan petunjuk. Begitu juga saat dirinya bertadarus Alquran, dengan sabar jari jemarinya meraba mushaf Alquran braille melantunkan ayat-ayat suci.

Semangat Arik membaca Alquran terlihat saat dirinya bertadarus Alquran di masjid An-Nur di komplek UPT Rehabilitasi Cacat Netra Kota Malang.

Arik bersama rekan-rekannya secara rutin membaca Alquran. Setiap selesai salat lima waktu dirinya belajar dasar tentang Alquran braille didampingi oleh instrukturnya, Yani Soeswantoro.

Arik pun terlihat begitu semangat bertanya, saat ada bacaan yang tidak dipahaminya. Tangannya meraih temannya, Ahmad yang duduk di sampingnya untuk diarahkan ke Alquran braille yang ada di pangkuannya.



"Kalau pendidikan di sini baca Alquran setiap Sabtu, tapi selama puasa ini tadarusan. Setiap selesai salat 5 waktu selalu tadarusan, sebagian tadarusan di asrama," kata Yani Soeswantoro, instruktur Alquran Braille di Kelurahan Janti, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Rabu (15/6).

Yani mengungkapkan, ada 105 penyandang tuna netra belajar di UPT Rehabilitasi Cacat Netra Kota Malang. Pendidikan baca Alquran braille sudah masuk dalam silabus yang diajarkan. Setiap jenjang sekolah, masing-masing mendapatkan pendidikan Alquran.

"Sudah masuk kurikulum, sehingga sudah pasti diajarkan. Anak-anak rata-rata juga sudah punya di kamar, tinggal waktu belajarnya saja," terang Yani.

Yani mengaku sudah 10 tahun menjadi instruktur Alquran braille. Dia juga mengaku tidak kesulitan, karena sudah punya pengalaman mengajar di Taman Pendidikan Alquran.

"Tidak ada rutinitas tertentu. Tetapi kalau sering latihan, memang hasilnya lebih cepat. Tingkat tranformasinya ke otak akan lebih cepat," jelasnya.

Selain itu, Yani juga harus menerapkan pendekatan-pendekatan emosi agar muridnya yang berkebutuhan khusus itu tetap dekat selama belajar.

"Tidak ada yang berbeda, sebagaimana orang normal belajar, hanya medianya yang berbeda. Butuh kesabaran dan keuletan, tetapi juga butuh kemauan dari yang bersangkutan. Mereka rata-rata punya kemampuan keras untuk belajar," pungkasnya.
KOMENTAR. APA KOMENTAR ANDA?